Senin, 19 November 2018

Market Database Pertumbuhan Laba 5 Perusahaan Terbesar

Dalam periode Januari-September 2018, perusahaan-perusahaan skala besar di Indonesia mampu mengoptimalkan potensi bisnis guna mengakselerasi pertumbuhan profit, meski di sejumlah sektor industri terjadi pengecualian. Hal itu terlihat dari pertumbuhan laba bersih top 5 emiten terbesar dalam kategori market cap yang tumbuh rata-rata 9,4% di periode tersebut.

Kelima emiten big cap itu adalah PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dengan market cap sebesar Rp 529,47 triliun, PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) dengan market cap Rp 416,42 triliun, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) dengan market cap Rp 378 triliun, PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) dengan market cap Rp 351,74 triliun, dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) yang memiliki market cap Rp 350,30 triliun, mengutip data Bloomberg. Dalam sembilan bulan 2018, top 5 emiten terbesar itu menorehkan laba bersih yang tumbuh cukup solid, kecuali Telkom.

Berdasarkan data yang dihimpun Duniaindustri.com, laba bersih Unilever tumbuh paling tinggi sebesar 39,7% didorong aksi korporasi penjualan aset. Sedangkan laba bersih Telkom justru turun 20,5% karena peningkatkan beban yang melampaui pertumbuhan pendapatan.

PT Bank Central Asia Tbk (BCA) mencatatkan laba bersih pada kuartal III 2018 mencapai Rp 18,5 triliun. Angka ini tumbuh 9,9% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya Rp 16,8 triliun.

“BCA secara konsisten menerapkan praktik kehati-hatian dan mencermati kondisi perekonomian guba menjaga keberlangsungan kinerja bisnisnya,” kata Wakil Presiden Direktur BCA Eugene Keith Galbaraith dalam paparan kinerja kuartal ketiga tahun 2018.

Galbaraith mengatakan, pencapaian laba bersih ini juga ditopang oleh current account and saving account (CASA) yang solid. Di mana CASA meningkat 11,4% secara year on year (yoy) menjadi Rp 476,8 triliun dan tetap merupakan posisi utama dari dana pihak ketiga (DPK) yaitu sebesar 77,7% pada akhir September 2018.

Dalam komposisi CASA, dana giro tumbuh 12,7 persen secara yoy menjadi Rp 163,1 triliun, sementara dana tabungan meningkat 10,8 persen yoy mencapai Rp 313,7 triliun. Adapun dana deposito tercatat sebesar Rp 137,1 triliun atau turun 6,4 persen yoy.

“Meskipun mengalami penurunan secara yoy, dana deposito kembali mengalami peningkatan sejak Maret 2018 sejalan dengan tren kenaikan suku bunga deposito. Pada akhir September 2018, keseluruhan DPK tumbuh sebesar 6,9 persen yoy menjadi Rp 613,9 triliun,” sebutnya.

Dengan fundamental bisnis BCA yang solid dan kapabilitas dalam beradaptasi terhadap perubahan lingkungan bisnis diyakini ke depan akan mendukung posisi BCA untuk terus tumbuh.

“Kami optimistis terhadap dinamika perkembangan kondisi Indonesia yang akan terus berlanjut meskipun saat ini sedang dihadapkan pada perubahan kondisi global,” pungkasnya.

Galbaraith menyatakan, pendapatan operasional BCA ditopang dari pendapatan bunga bersih dan pendapatan operasional lainnya yang mencapai Rp 45,9 triliun. Angka ini meningkat 10,1% dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya sebesar Rp 41,7 triliun.

Sementara market leader industri rokok, PT HM Sampoerna Tbk (HMSP), mencatat pertumbuhan yang cukup positif di sepanjang periode Januari-September atau kuartal III tahun ini. Berdasarkan keterbukaan informasi, perseroan membukukan laba bersih senilai Rp 9,69 triliun, meningkat 3,77% dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp 9,33 triliun.

Salah satu pendorong pertumbuhan laba bersih didorong oleh pendapatan penjualan bersih senilai Rp 77,53 triliun atau tumbuh 7,25% year on year (YoY) dibandingkan kuartal III-2017 senilai Rp 72,29 triliun.

Secara rinci, penjualan produk rokok sigaret kretek mesin (SKM) naik 12,51% YoY menjadi Rp 53,98 triliun. Sedangkan produk sigaret kretek tangan (SKT) tumbuh tipis 3,31% YoY senilai Rp 14,8 triliun.

Namun, penjualan produk sigaret putih mesin (SPM) perusahaan turun signifikan yakni 13,53% YoY menjadi Rp 8 triliun. Sementara penjualan ekspor juga negatif 22,86% YoY menjadi Rp 332,14 miliar.

Market leader industri seluler, PT Telekomunikasi Indonesia (TLKM), mencatatkan kinerja keuangan yang kurang menggembirakan. Laba perusahaan anjlok cukup dalam.

Berdasarkan keterbukaan informasi, hingga kuartal III-2018, Telkom mencetak laba bersih Rp 14,23 triliun. Angka ini turun 20,5% dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 17,92 triliun.

Penurunan kinerja ini disebabkan meningkatnya beban perusahaan, yang tidak diimbangi dengan pertumbuhan pendapatan. Pendapatan perusahaan hanya naik 2,27% menjadi Rp 99,2 triliun dari sebelumnya Rp 97 triliun. Sementara beban usaha meningkat 13,82% dari Rp 61,64 triliun menjadi Rp 70,16 triliun.

Di sisi lain, market leader industri consumer goods, PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) membukukan laba Rp 7,3 triliun per September 2018. Angka tersebut naik 39,7% dari Rp 5,229 triliun pada September 2017.

Sekretaris Perusahaan Unilever Indonesia Sancoyo Antarikso menjelaskan, peningkatan laba Unilever seiring peningkatan penjualan bersih. Penjualan perseroan naik 0,96% dari Rp 31,2 triliun per September 2017 menjadi Rp 31,5 triliun per September 2018.

“Pada kuartal III 2018, Unilever melakukan aksi korporasi penjualan aset kategori Spreads sebesar Rp2,8 triliun,” jelasnya seperti dikutip dari keterangan tertulis.

Unilever mengukuhkan untuk terus tumbuh dengan menghadirkan inovasi dan inisiatif untuk menjangkau kebutuhan konsumen dan segmentasi pasar yang berbeda-beda.

Salah satu strategi yang dilakukan adalah dengan memasuki bisnis di kategori baru, yaitu peluncuran saus sambal Jawara dan peluncuran produk perawatan tubuh baru, yaitu sabun Korea Glow.

Sementara market leader industri perbankan, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), berhasil mencetak laba bersih Rp 23,5 triliun per kuartal III-2018. Angka ini tumbuh 14,6% dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp 20,5 triliun.

Kinerja BRI pada kuartal III-2018 ditopang oleh penyaluran kredit yang tumbuh di atas rata-rata industri. “Hingga akhir September 2018, Bank BRI telah menyalurkan kredit Rp 808,9 triliun atau naik 16,5% dibandingkan periode September 2017 sebesar Rp 694,2 triliun,” ujar Direktur Keuangan BRI Haru Koesmahargyo.

Dana pihak ketiga tumbuh 13,3% menjadi Rp 872,7 triliun. Pada kuartal III-2018, NPL BRI 2,5% di bawah NPL industri yang mencapai 2,7%. Sementara dari sisi aset, tercatat tumbuh 13,9% menjadi Rp 1.183,4 triliun.(*)

Sumber: klik di sini

* Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 162 database, klik di sini
** Butuh competitor intelligence, klik di sini
*** Butuh copywriter specialist, klik di sini
**** Butuh content provider (branding online), klik di sini
***** Butuh jasa medsos campaign, klik di sini

Database Riset Data Spesifik Lainnya:
  • Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 162 database, klik di sini
  • Butuh 22 Kumpulan Database Otomotif, klik di sini
  • Butuh 18 Kumpulan Riset Data Kelapa Sawit, klik di sini
  • Butuh 15 Kumpulan Data Semen dan Beton, klik di sini
  • Butuh 8 Kumpulan Riset Data Baja, klik di sini
  • Butuh 15 Kumpulan Data Transportasi dan Infrastruktur, klik di sini
  • Butuh 9 Kumpulan Data Makanan dan Minuman, klik di sini
  • Butuh 6 Kumpulan Market Analysis Industri Kimia, klik di sini
  • Butuh 3 Kumpulan Data Persaingan Pasar Kosmetik, klik di sini
  • Butuh competitor intelligence ataupun riset khusus (survei & observasi), klik di sini
  • Butuh copywriter specialist, klik di sini
  • Butuh content provider (online branding), klik di sini
  • Butuh market report dan market research, klik di sini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar