Selasa, 29 Mei 2018

155 Database Industri Pilihan Terlengkap dan Termurah

Konsumen saat ini cenderung lebih memilih dalam berbelanja yang seperlunya, walaupun terjadi tren peningkatan dalam aktivitas pelesiran. Sementara upaya perbaikan pemerataan infrastruktur menjadi prioritas pemerintah dengan ratusan proyek di seluruh Indonesia. Demikian cuplikan tren yang sedang terjadi saat ini di negeri kita.

Persaingan antar perusahaan semakin ketat. Kemampuan perusahaan untuk mengendalikan harga jual pun kini menjadi terbatas. Tidak lagi mudah bagi produsen mematok laba yang tinggi dengan menaikkan harga. Sebab harga yang tinggi membuat produk tersebut akan dijauhi oleh pembelinya. Pembeli akan lebih beralih ke produk yang berkualitas baik, namun berharga murah, serta mempunyai layanan purna jual cepat dan mudah. Ironisnya, dengan kondisi pasar yang semakin sulit ini, manajemen justru dituntut untuk meningkatkan laba perusahaan. Tidak ada pilihan lain, bahwa tuntutan itu hanya bisa dilakukan jika perusahaan mampu menurunkan biaya (cost reduction) dan menghilangkan proses-proses yang tidak memberikan nilai tambah.

Berbicara nilai tambah, makin banyak perusahaan yang memanfaatkan teknologi informatika terkini untuk meningkatkan kemampuan dan strategi penetrasi pasar. Tak ketinggalan teknologi big data.


Karena itu, Duniaindustri.com, sebuah startup khusus di segmen industri, berupaya untuk memfasilitas hal tersebut dengan terus mengupdate database industri. Selain itu, Duniaindustri.com juga meningkatkan pelayanan bagi pelanggan dan keamanan bertransaksi online dengan mengadopsi teknologi "easy digital download". Dengan teknologi ini, user atau pelanggan dapat dengan mudah bertransaksi serta mengakses database industri secara lebih cepat, praktis, kapanpun dan di manapun berada.


Saat ini lebih dari 155 data historis industri dari berbagai sektor industri manufaktur (tekstil, agro, kimia, makanan-minuman, elektronik, farmasi, otomotif, rokok, semen, perkapalan, dan lainnya), komoditas, pertanian, perkebunan, sumber daya mineral, logistik, infrastruktur, properti, perbankan, reksadana, media, consumer, hingga makro-ekonomi, menjadi kumpulan database di duniaindustri.com.

Per awal April 2017, detektif industri juga dilengkapi tools (instrumen analisis) untuk melakukan market intelligence (competitor intelligence) dengan lebih terukur, komprehensif, dan berkesinambungan. Duniaindustri.com juga memperluas coverage basis data dan database spesifik guna menangkap seluruh aktivitas industri di seluruh sektor usaha di Indonesia.




Sumber: di sini
* Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 155 database, klik di sini
** Butuh 20 Kumpulan Database Otomotif, klik di sini
*** Butuh 18 Kumpulan Riset Data Kelapa Sawit, klik di sini
**** Butuh competitor intelligence ataupun riset khusus (survei & observasi), klik di sini
***** Butuh copywriter specialist, klik di sini
****** Butuh content provider, klik di sini

Database Terbaru Terkait Revolusi Industri 4.0 di Indonesia

Data Komprehensif Revolusi Industri 4.0 (Strategi Pengembangan dan Ketenagakerjaan hingga 2025) ini dirilis pada minggu ketiga Mei 2018 menampilkan data komprehensif, tren perkembangan, tahapan perubahan, infografis menarik, terkait revolusi industri 4.0 (strategi pengembangan dan ketenagakerjaan hingga 2025). Dilengkapi dengan komparasi perkembangan industri di negara-negara maju, data komprehensif ini dapat digunakan sebagai referensi strategis guna menentukan arah strategi bisnis ke depan.

Data Komprehensif Revolusi Industri 4.0 (Strategi Pengembangan dan Ketenagakerjaan hingga 2025) ini dimulai dengan paparan data makro ekonomi Indonesia, inflasi, dan nilai tukar rupiah (halaman 2-7). Perekonomian Indonesia masih tumbuh positif, meski terjadi perlambatan. Masyarakat lebih memilih dalam berbelanja yang seperlunya, walaupun terjadi tren peningkatan dalam aktivitas pelesiran (halaman 2).

Upaya perbaikan pemerataan infrastruktur menjadi prioritas pemerintah dengan berbagai proyek (halaman 3). Hal itu berdampak pada peningkatan indeks manufaktur Indonesia yang diperkirakan meningkat menjadi ranking 15 pada 2020 (halaman 4). Pada 2018, pertumbuhan ekonomi ditargetkan mencapai 5,4% dan terus meningkat pada 2019 menjadi kisaran 5,4%-5,8% (halaman 5). Target pertumbuhan lapangan usaha per sektor dipaparkan pada halaman 6 dan 7 secara lengkap untuk periode 2018 dan 2019.

Selanjunya, pembahasan masuk ke detail terkait revolusi industri 4.0 serta arah pembangunan industri nasional (halaman 8). Sejumlah isu strategis terkait pengembangan industri nasional antara lain tren pertumbuhan dan kontribusi PDB industri menurun, dengan tingkat kerentanan rantai pasok yang bervariasi dipengaruhi struktur hulu hilir, produktivitas tenaga kerja industri stagnan, serta ekspor produk manufaktur didominasi produk berteknologi rendah dan daya saing rendah (halaman 9).

Komposisi produk ekspor Indonesia masih homogen didominasi produk hasil alam (batubara, CPO, karet) sehingga tidak terdiversifikasi dengan optimal, Indonesia tertinggal dibanding kompetitor dalam mengembangkan produk baru di bidang manufaktur (halaman 10). Produk ekspor Indonesia memiliki ragam yang terbatas dan memiliki backward & forward linkage yang rendah (halaman 11).
Kapasitas manufaktur lokal perlu dikembangkan untuk menghasilkan produk ekspor dengan kompleksitas/nilai tambah tinggi (halaman 12). Pengembangan konsep industri 4.0 menjadi peluang signifikan bagi Indonesia untuk meningkatkan daya saing produk di pasar global.

Industri manufaktur Indonesia memiliki potensi otomasi terbesar yaitu 60%. Seiring dengan itu, inovasi digital Indonesia akan memfasilitas peningkatan produktivitas ekonomi dan membuka peluang baru (halaman 13). Indonesia diprediksi memiliki pangsa 52% pasar e-commerce Asia Tenggara pada 2025 yang didorong oleh pertumbuhan kelas menengah dan perbaikan akses infrastruktur digital. Konsep industri 4.0 sejalan dengan tren ini.

Perkembangan teknologi sedemikian cepat dengan skala sangat besar, mengubah dunia usaha secara fundamental, contohnya teknologi mobil elektrik (halaman 14). Peran pemerintahah mesti menyiapkan percepatan pembangunan infrastruktur fisik, SDM, dan dukungan kebijakan (halaman 15). Konsep dan arah kebijakan industri nasional 2019 dijabarkan pada halaman 16 sampai 18. Dilanjutkan dengan skema insentif yang kompetitif bagi industri nasional pada halaman 19.

Berlanjut ke pembahasan lebih spesifik, pada halaman 21 sampai halaman 44 diperdalam ulasan mengenai konsep industri 4.0 terkait dengan otomasi, optimasi algoritmik, tahapan proses, rantai pasok, serta dukungan sumber daya manusia (vokasi). Pada prinsipnya, perubahan yang dibawa konsep revolusi industri 4.0 adalah peningkatan efisiensi yang setinggi-tingginya di setiap tahapan rantai nilai proses industri. Jadi setiap tahapan harus menghasilkan nilai tambah yang signifikan. Jika tidak, maka tahapan proses tersebut harus dihilangkan.

Dampak logis dari penerapan konsep industri 4.0 adalah permintaan tenaga kerja yang melonjak signifikan pada segmen riset dan pengembangan serta software hingga 96%. Selain itu, akan muncul permintaan jenis pekerjaan baru yang kompatibel seperti industrial data scientist.

Efisiensi dan perpaduan otomasi serta proses produksi yang terkoneksi akan sejalan dengan proyeksi masa depan Indonesia yang menikmati bonus “masa emas” demografi dalam 15 tahun ke depan. Revolusi industri 4.0 akan menjadi game changer bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan. Tiga dampak langsungnya antara lain akselerasi pertumbuhan PDB, penciptaan lapangan kerja, serta peningkatan kontribusi PDB dari manufaktur. Lima sektor manufaktur yang dikedepankan adalah makanan dan minuman, tekstil dan busana, otomotif, elektronik, serta kimia. Hal itu menjadi ulasan utama pada halaman 21 sampai 37.

Langkah dan upaya strategi untuk mewujudkan hal itu ditampilkan pada halaman 38 sampai 44. Di sisi lain, pengembangan konsep industri 4.0 perlu dukungan sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni. Pada halaman 45 sampai 61 dipaparkan ulasan dan analisis struktur ketenagakerjaan di Indonesia, mulai dari tingkat pengangguran terbuka, kompetensi inti SDM pendukung, transformasi pasar kerja  di Indonesia, skema grand desain pelatihan vokasi, komparasi jumlah pasokan tenaga kerja dengan permintaan (supply demand), hingga proyeksi kebutuhan tenaga kerja dari masing-masing prioritas pembangunan nasional.

Data Komprehensif Revolusi Industri 4.0 (Strategi Pengembangan dan Ketenagakerjaan hingga 2025) sebanyak 62 halaman dan berukuran 5,2 MB ini berasal dari kompilasi data BPS, Kementerian Perindustrian, Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo), Bappenas, BKPM, dan lainnya. Indeks data industri merupakan fitur terbaru di duniaindustri.com yang menampilkan puluhan data pilihan sesuai kebutuhan users. Seluruh data disajikan dalam bentuk pdf sehingga mudah didownload setelah users melakukan proses sesuai prosedur, yakni klik beli (purchase), klik checkout, dan isi form. Duniaindustri.com mengutamakan keabsahan dan validitas sumber data yang disajikan. Terima kasih atas kepercayaan Anda kepada duniaindustri.com.(*)

Sumber: klik di sini

Database Riset Data Spesifik Lainnya:

Jumat, 25 Mei 2018

Strategi Unilever Di Balik Penjualan Merek Dagang Blue Band


Duniaindustri.com (Mei 2018) - PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), emiten produsen consumer goods, berencana menjual divisi spreads meliputi merek dagang global Frytol, Blue Band Master dan Blue Band, Minyak Sarmin, Blue Band Gold senilai Rp 2,65 triliun. Selain karena kebijakan induk usaha yang menjual divisi tersebut, langkah tersebut dilakukan untuk membuat fokus pertumbuhan bisnis perseroan ke produk kategori home and personal care serta foods and refreshments.


Berdasarkan prospektus keterbukaan informasi perseroan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), aset tak berwujud kategori spreads akan dijual senilai 164 juta euro atau setara Rp 2,65 triliun. Aset tak berwujud yang dijual termasuk namun tidak terbatas pada hak untuk mendistribusikan produksi menggunakan merek dagang global dan lokal serta daftar pelanggan di Indonesia.

Sedangkan aset berwujud yang akan dijual senilai Rp 195,47 miliar, yang terdiri dari penjualan aset produksi dan perlengkapan sebesar Rp 152,64 miliar dan penjualan persediaan dan barang dagang sebesar Rp 42,83 miliar.

Perseroan juga akan menyewakan sebagian dari tanah dan bangunan pabrik di Cikarang yang digunakan untuk pengoperasian aset kategori spreads senilai Rp 56,29 miliar. Serta penjualan merek dagang lokal sebesar Rp 9,75 miliar.

Alasan utama penjualan aset berwujud dan tak berwujud dari segmen spread dikarenakan perseroan ingin memfokuskan untuk pertumbuhan bisnis utamanya yaitu di segmen home dan personal care.

"Pada 15 Desember 2017, Unilever N.V. dan Unilever Plc menerima tawaran mengikat dari Sigma Bidco B.V., sehubungan dengan pembelian bisnis Spreads global milik Grup Unilever, termasuk aset kategori Spreads di Indonesia yang dimiliki oleh Perseroan," demikian pernyataan perseroan.

Unilever Indonesia tidak memiliki hubungan afiliasi dengan Sigma Bidco B.V. Jika dilihat saat ini, produk utama perseroan untuk segmen spreads yang paling terkenal ialah produk margarin blueband. Namun pada 2017, kontribusi penjualan dan pedapatan segmen tersebut cukup rendah dibandingkan segmen home dan personal care yang memberikan kontribusi pendapatan hingga Rp 28,1 triliun.

Tevilyan Yudhistira Rusli, Direktur Keuangan Unilever Indonesia, menilai pihaknya akan mengikuti keputusan Unilever pusat. Dia menyatakan, penjualan produk Blue Band selama ini berkontribusi tidak sampai 1,5% dari seluruh total penjualan Unilever.

"Blue Band memang besar di market (margarin), tapi impact ke kami kecil," terang Yudhistira dalam paparan publik, beberapa waktu lalu.

Unilever Indonesia membukukan penurunan laba yang diatribusikan kepada entitas induk pada kuartal I 2018 sekitar 6,17% menjadi Rp1,839 triliun, dari periode serupa tahun lalu Rp1,960 triliun. Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasi, kondisi tersebut dipicu oleh melemahnya penjualan usaha dalam tiga bulan pertama tahun ini sekitar 0,9% atau menjadi Rp10,746 triliun, dari periode serupa tahun lalu Rp10,845 triliun.

Selain itu, beban penjualan pun kian membesar sekitar 6,93% atau menjadi Rp2,052 triliun per akhir Maret 2018, dari kurun waktu serupa tahun sebelumnya Rp1,919 triliun. Perseroan juga harus menanggung semakin kecilnya pendapatan keuangan sekitar 17,28% atau menjadi Rp579 juta per akhir Maret tahun ini, dari kurun waktu serupa tahun lalu yang mencapai Rp700 juta.

Masih Melambat
Adhi S Lukman, Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi), menyatakan sepanjang Januari hingga Februari 2018 permintaan produk makanan dan minuman belum membaik. Sepanjang awal 2018 ini malah terjadi perlambatan permintaan. “Semenjak Maret kemarin (baru) terlihat kenaikan penjualan,” kata Adhi.

Industri, kata dia, berharap momen puasa dan perayaan oleh umat Islam dapat mendongkrak permintaan. “Diharapkan pada kuartal kedua terlihat realisasi peningkatan penjualan,” katanya.
Adhi tidak menjelaskan besar peningkatan penjualan yang terjadi pada Maret. Demikian juga dengan estimasi peningkatan penjualan pada kuartal kedua mendatang. Pada tahun ini industri makanan minuman (mamin) diproyeksikan tumbuh lebih dari 10% atau naik dibandingkan dengan pertumbuhan tahun lalu sebesar 9,23%.

Faktor pendorong pertumbuhan industri ini antara lain penerbitan beberapa kebijakan deregulasi yang memudahkan pasokan bakan baku. Selain itu, tahun ini juga merupakan tahun politik yang umumnya peredaran uang meningkat. Hal tersebut diharapkan ikut mendongkrak konsumsi makanan dan minuman.(*/)

Sumber: klik di sini

Database Riset Data Spesifik Lainnya: