Minggu, 20 Agustus 2017

Database Terbaru Persaingan Industri Semen 2017

Persaingan di industri semen makin sengit. Pemain baru semen yang memulai kiprah pada awal 2015 hingga saat ini telah merebut sekitar 12% pangsa pasar domestik, naik dari posisi 5% pada awal 2015, menurut riset duniaindustri.com. Agresivitas ekspansi dari para pemain baru semen ini menjadi salah satu faktor pendorong pertumbuhan pangsa pasar.

Duniaindustri.com menilai sebagai new comers (pendatang baru), justru dibutuhkan ekstra tenaga, ekstra modal, dan ekstra strategi (inovasi) untuk masuk ke pasar semen yang sudah demikian ketat. Namun, seiring berjalannya waktu, justru agresivitas ekspansi makin menegaskan track record pertumbuhan ke depan. Untuk mendapatkan full report bagaimana perkembangan pangsa pasar pemain baru semen dan strateginya, silakan download riset Duniaindustri.com terbaru di sini.

Selain kompetisi pemain baru vs pemain eksisting yang kian seru, pasar semen di Indonesia juga menunjukkan volatilitas yang tinggi. Belum surut ingatan kita ketika pasar semen turun signifikan pada Juni 2017 akibat libur Lebaran yang melebihi 10 hari, bulan berikutnya pasar melompat dengan mencatatkan pertumbuhan signifikan.

Berdasarkan data yang diperoleh Duniaindustri.com, penjualan semen di Indonesia pada Juli 2017 tumbuh 47% menjadi 5,89 juta ton dibanding Juni 2016 sebesar 4,01 juta ton. Jika dibandingkan bulan yang sama di 2016, penjualan semen di Indonesia pada Juli 2017 tumbuh 54,5%. Dengan capaian itu, total penjualan semen sepanjang 7 bulan di 2017 (Januari-Juli) tumbuh 6,3% menjadi 36,06 juta ton dibanding periode yang sama di 2016 sebesar 33,93 juta ton. Porsi penjualan ritel (bag) tumbuh positif menjadi 76,9% dari sebelumnya 76,4% menandakan demand dari sisi perumahan mulai tumbuh, didorong pemulihan daya beli masyarakat.

Jawa Tengah menjadi pasar semen terbesar secara bulanan di Pulau Jawa, dalam dua bulan terakhir yakni Juni dan Juli 2017, menyisihkan Jawa Barat dan Jawa Timur. Hal ini akan memicu persaingan lebih ketat antara Semen Gresik, Indocement, Holcim, dan Semen Bima. Hal yang menarik, justru terjadi pergeseran dominasi market leader di Yogyakarta. Untuk informasi lebih detail, silakan download riset Duniaindustri.com terbaru di sini.

Strategi Turun Harga
Akibat persaingan yang makin ketat, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP), produsen semen pemegang market share terbesar kedua di Indonesia, menurunkan harga jual sekitar 10%-12%. Direktur Utama Indocement Christian Kartawijaya mengatakan akibat kelebihan pasokan, harga jual semen turun sekitar 10%-12%. “Harga jual turun 10%-12% year on year (yoy),” katanya kepada pers di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta.

Dia mengakui kelebihan pasokan (over supply) dan persaingan yang ketat memaksa perseroan untuk menurunkan harga jual produknya 10%-12%. Tidak hanya harga, perseroan juga mengurangi produksi semen sekitar 25%-30%. “Kapasitas yang kita gunakan sekitar 70%-75%, jadi yang standby sekitar 25%-30% dari pabrik kita. Kadang-kadang kita matikan, kadang-kadang kita jalankan, jadi standby,” paparnya.

Indocement mencatatkan volume penjualan domestik sebesar 7,8 juta ton pada semester I-2017, turun 1,4% atau 109 ribu ton dari penjualan periode yang sama tahun lalu. Akibatnya, pangsa pasar perseroan turun dari 26,5% di semester I 2016 menjadi 25,5% pada semester I 2017.

Bahkan konsumsi semen di home market seperti Jakarta turun 7,7 persen, sama halnya konsumsi di Jawa Barat yang turun 2,7 persen. “Perbedaan waktu Ramadan yang jatuh pada semester I tahun ini juga memengaruhi volume penjualan dibandingkan dengan tahun lalu di mana Ramadan jatuh di semester II,” kata dia.

Di sisi lain, perseroan mencatatkan penjualan klinker domestik sebesar 741 persen dibandingkan tahun lalu. Pada semester I-2017 penjualan klinker domestik tercatat 269 ribu ton sehingga keseluruhan total penjualan perseroan adalah 7,9 juta ton atau turun 2,4 persen periode yang sama tahun lalu.

Sementara itu, pendapatan neto Indocement mengalami penurunan sebesar 15,5 persen menjadi Rp6,54 triliun dari Rp7,74 triliun. Hal ini disebabkan penurunan harga jual domestik sebesar 12,6 persen dan volume penjualan domestik sebesar 1,4 persen dibandingkan tahun lalu.

Penurunan pendapatan ini tak diikuti dengan penurunan beban pendapatan yang hanya turun 4,5 persen menjadi Rp4,3 triliun. Sementara untuk laba kotor perseroan mengalami penurunan sebesar 30,7 persen dari Rp3,23 triliun menjadi Rp2,24 triliun pada semester I-2017.

Dengan kondisi tersebut, Indocement mencatatakan penurunan laba yang cukup drastis hingga 62,9 persen menjadi Rp901,8 miliar. Selain dikarenakan penjualan yang belum optimal, kondisi ini disebabkan oleh program revaluasi aset untuk tujuan perpajakan yang diprakarsai oleh pemerintah.

Kelebihan Pasokan
Aroma persaingan industri semen di Indonesia makin panas dan kritis. Bayangkan saja, kelebihan pasokan (oversupply) semen di Indonesia pada awal Maret 2017 diestimasi mencapai 50%, melampaui proyeksi awal dari Kementerian Perindustrian yang memperkirakan level oversupply hanya 38% pada 2018.

Menurut data yang diperoleh tim duniaindustri.com, kapasitas produksi semen saat ini telah menembus 93 juta ton, padahal demand hingga akhir 2016 hanya sebesar 62 juta ton. Itu berarti, separuh dari total kapasitas semen nasional berpotensi idle atau tidak terserap pasar domestik, jika tidak diekspor.

“Persaingan makin sengit. Oversupply ini terjadi karena kita terlambat investasi pada periode (pemerintahan lalu). Nah pas sekarang investasi, perekonomian melambat dan pemain baru bermunculan,” kata sumber duniaindustri.com dari kalangan pelaku industri semen.

Sebagai perbandingan, Kementerian Perindustrian memperkirakan kelebihan pasokan semen di Indonesia baru mencapai 38% pada 2018, meningkat dari level 37% pada 2016. Menurut Dirjen Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Kementerian Perindustrian Achmad Sigit Dwiwahjono, kelebihan pasokan semen terjadi karena pertumbuhan kapasitas produksi melampaui kebutuhan dalam negeri.

“Persaingan industri semen akan semakin ketat, mengingat kapasitas produksi semen di Indonesia pada 2018 diperkirakan mencapai 106,3 juta ton, atau melebihi 38% dari kebutuhan nasional sebesar 66,2 juta ton,” ujar Achmad Sigit.(*)

Sumber: klik di sini
* Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 141 database, klik di sini
** Butuh 18 Kumpulan Database Otomotif, klik di sini
*** Butuh competitor intelligence ataupun riset khusus (survei & observasi), klik di sini
**** Butuh copywriter specialist, klik di sini
***** Butuh content provider, klik di sini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar